Sekilas.co – Setiap tanggal 10 Muharram dalam kalender Hijriyah, umat Islam di seluruh dunia memperingati hari istimewa yang dikenal sebagai Hari Asyura. Di Indonesia, momentum ini bukan hanya bernilai keagamaan, tetapi juga telah berkembang menjadi tradisi budaya yang sarat dengan nilai sosial dan spiritual. Ragam tradisi yang hidup di tengah masyarakat Nusantara menunjukkan kekayaan khazanah Islam lokal yang berpadu harmonis dengan budaya daerah.
Mengutip buku Ringkasan Fikih Sunnah karya Sayyid Sabiq, hari Asyura memiliki banyak keutamaan dalam Islam. Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk berpuasa pada hari Asyura sebagai bentuk ibadah yang penuh berkah.
Berikut beberapa tradisi 10 Muharram di Indonesia yang unik dan menarik Di banyak daerah seperti Jawa Tengah, Yogyakarta, Jakarta, dan Banten, 10 Muharram dikenal sebagai Hari Raya Anak Yatim atau Lebaran Yatim. Tradisi ini merujuk pada sabda Nabi Muhammad SAW
“Barang siapa mengusap kepala anak yatim pada hari Asyura, Allah akan mengangkat derajatnya di surga sebanyak rambut yang diusap.
Masyarakat memanfaatkan momen ini untuk menyantuni anak yatim, mengadakan pengajian dan doa bersama, serta memberikan hadiah atau bingkisan.
Di wilayah seperti Minangkabau, Aceh, dan Kalimantan Selatan, masyarakat membuat Bubur Asyura, terbuat dari beras, kacang-kacangan, santan, dan rempah-rempah. Tradisi ini diyakini sebagai simbol syukur atas keselamatan dan rezeki dari Allah. Pembuatan bubur biasanya dilakukan secara gotong royong di masjid atau mushala, lalu dibagikan kepada warga sekitar.
Di Aceh: dikenal sebagai Kanji Asyura
Di Sumatera Barat: dikenal sebagai Bubur Syuro
Salah satu tradisi paling meriah adalah Tabuik, arak-arakan menara berbentuk kuda bersayap (Buraq) yang menggambarkan peristiwa syahidnya Sayyidina Husain di Karbala. Tradisi ini menunjukkan rasa duka sekaligus penghormatan terhadap cucu Nabi Muhammad SAW dan menjadi ikon wisata budaya Islami di Sumatera Barat.
Di berbagai daerah, malam 10 Muharram diisi dengan zikir bersama, doa akhir tahun, pengajian, shalawat, dan tausiyah. Misalnya, di Madura dan Banyuwangi, malam Asyura dikenal dengan kegiatan bancaan, yaitu doa bersama sambil makan hidangan di mushala atau rumah warga.
Di beberapa wilayah seperti Bima (NTB) dan pesisir tertentu, masyarakat melakukan mandi bersama di sungai atau laut pada pagi 10 Muharram. Tradisi ini dipercaya membawa keberkahan dan mensucikan diri dari dosa. Selama tidak dijadikan kewajiban syar’i, ulama membolehkan praktik budaya ini sebagai bagian dari tradisi lokal.
Mayoritas ulama memperbolehkan tradisi lokal selama tidak bertentangan dengan prinsip dasar syariat. Tradisi seperti menyantuni anak yatim, bersedekah, membuat Bubur Asyura, atau mengadakan pengajian dinilai positif karena:
Menguatkan solidaritas sosial
Menumbuhkan kecintaan kepada Rasulullah SAW dan keluarganya
Menyemarakkan perayaan hari-hari Islam
Namun, jika tradisi disertai keyakinan yang bertentangan dengan akidah, misalnya meyakini 10 Muharram sebagai hari sial, melakukan ratapan berlebihan (niyahah), atau menciptakan ritual baru yang dianggap ibadah wajib, maka hal tersebut harus dihindari.
Dengan beragam tradisi ini, 10 Muharram di Indonesia menjadi momentum keagamaan sekaligus budaya yang memperkaya kehidupan sosial dan spiritual masyarakat.





